Bagaimana Efek Rokok Elektrik Pada Otak Remaja?
BENGKULU – Kaitan antara rokok elektrik (vape) dengan masalah paru-paru kini menjadi sorotan sejumlah pihak. Namun, yang lebih menghawatirkan para ilmuwan yakni efek vape terhadap otak remaja.
“Sayangnya, masalah rokok elektrik dengan perkembangan otak ini nanti akan menjadi masalah yang banyak muncul,” kata Nii Andy, profesor psikiatri dan fisiologi seluler dari Yale School of Medicine, seperti dilansir Bisnis dari National Public Radio, sebuah jaringan organisasi media nirlaba di Washington DC, Amerika, Kamis (10/10/2019).
Sejumlah masalah potensial termasuk gangguan perhatian seperti ADHD, masalah kontrol impuls, dan kerentanan terhadap penyalahgunaan zat. Tidak ada cara mudah untuk mempelajari dengan tepat efek apa yang ditimbulkan nikotin terhadap otak remaja.
Namun penelitian pada hewan muda menunjukkan bahwa nikotin dapat mengganggu proses yang sangat penting untuk daya ingat, pembelajaran, fokus, kontrol impuls dan perkembangan otak.
“Sangat disayangkan sebenarnya, tapi seluruh generasi remaja menjadi kelinci percobaan akan efek negatif dari nikotin pada otak,” kata Frances Leslie, profesor bidang ilmu farmasi dari University of California, Irvine.
Leslie mengatakan, nikotin meniru asetilkotin, pembawa pesan kimia penting di otak sehingga mampu menipu sel-sel otak yang memiliki reseptor nikotinik. “Sayangnya, bagian-bagian otak tersebut yang akan mengalami proses pematangan selama masa remaja, dikendalikan secara aktif oleh reseptor nikotinik,” katanya.
Nikotin juga akan bekerja pada sistem dopamine otak, yang memainkan peran dalam hasrat, kesenangan, penghargaan, dan kendali impuls. Masih belum jelas apa bagaimana sistem dopamine dapat mengubah jaringan otak manusia dewasa.
“Tapi pada tikus muda, hasilnya menghawatirkan. Paparan nikotin dosis rendah saja dalam waktu yang singkat pada masa remaja awal akan meningkatkan sifat bermanfaat dari obat lain termasuk alkohol, kokain, metamfetamin. Dan ini efek perubahannya bersifat jangka panjang,” katanya.
Tak hanya itu, nikotin pada produk-produk vape juga mengandung banyak zat lain, termasuk perasa seperti permen karet dan limun. Nii Addy juga mempertanyakan apakah perasa-perasa tersebut mempunyai efek dopamin tersendiri.
“Kalau kedua-duanya, nikotin dan perasa tersebut sama-sama bekerja pada sistem dopamin yang sama pada otak, apakah itu jadi semacam reward orang untuk mengkonsumsi produk yang memiliki kandungan nikotin dan perasa?” kata Addy.
Untuk mengujinya, Addy dan beberapa tim peneliti mempelajari tikus yang minum cairan yang biasa serta cairan berperasa dan mengandung nikotin. “Kami menemukan bahwa rasa manis dapat membuat nikotin jadi lebih enak di rongga mulut,serta mempengaruhi otak untuk meningkatkan pengambilan nikotin,” katanya.
Efek ini terutama akan dialami otak remaja, kata Addy, yang memang lebih sensitive daripada otak orang dewasa terhadap reward.
Penelitian lain pada hewan oleh ilmuwan di Universitas Yale juga menunjukkan bahwa menguap selama masa remaja dapat menyebabkan perubahan otak jangka panjang, seperti gangguan hiperaktif. “Kalau terpapar nikotin sejak dini, itu akan berdampak pada proses perhatian di kemudian hari.”
Apa yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi aktivitas menghisap rokok elektrik pada remaja?
Salah satu pendekatan yang direkomendasikan yakni pelarangan produk-produk vape yang beraroma, sesuatu yang diusulkan oleh pemerintahan Trump pada September lalu.
Menurut Janet Audrain-McGovern, psikolog dari University of Pennsylvania, menilai jika larangan itu diberlakukan, diharapkan dapat menekan bertambahnya jumlah perokok elektrik baru.
“Penelitian menujukkan bahwa jika rokok vape pertama yang dihisap adalah yang memiliki perasa, maka seseorang akan lebih mudah untuk mengulangi memakai vape lagi,” katanya.
Pendekatan lain, kata dia, yakni dengan menaikkan harga produk rokok elektrik. Ketika pengenaan pajak membuat harga tembakau naik, maka jumlah pelanggan muda akan menurun.
Post a Comment