Berkaca dari Mulan Jameela, Ini Saran KPK Tentang Endorsement Pejabat Publik
Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan saran pada penyelenggara negara terkait dengan penerimaan sesuatu yang berpotensi menjadi sebuah gratifikasi.
Hal tersebut berkaca pada pengalaman artis Mulan Jameela yang masih menerima endorsement berupa tiga kacamata Gucci dan diposting di Instagram pribadinya @mulanjameela1.
Padahal, saat ini dia merupakan anggota DPR dari Gerindra yang berlawanan dengan potensi konflik kepentingan. Belakangan, postingan tersebut telah dihapus dan telah diklarifikasi.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan bahwa pemberian yang bersifat gratis seperti yang dialami Mulan Jameela bisa berpotensi menjadi pidana apabila tidak dilaporkan paling lama 30 hari kerja. Untuk itu, dia pun memberikan saran.
"[Penerimaan] seperti itu sebaiknya harus dilaporkan dulu [ke KPK]. Nanti KPK akan lalukan klarifikasi dalam konteks apa pemberian tersebut, apakah dalam kaitan business to business atau apa?," kata Saut, Jumat (18/10/2019).
Menurut Saut, proses klarifikasi itu ada pada Direktorat Gratifikasi yang memang dibentuk khusus. Ada ancaman bagi penerima gratifikasi yang tidak dilaporkan sesuai pasal 12B.
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".
Dalam pasal itu, disebutkan pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Adapun ancaman sanksi pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Saut juga mencontohkan soal batasan penerimaan bagi pejabat negara agar terhindar dari ancaman pidana, yaitu dengan nilai batasan Rp1 juta.
"Tapi, misalnya, kalau ada menteri dapat tenun tradisional yang mahal jutaan rupiah dan diberikan, misalnya, pada saat yang bersangkutan datang ke daerah itu bisa jadi bukan haknya dan bila dilaporkan ke KPK akan menjadi milk negara," kata Saut.
Berita Terkait
Berita Terkini Lainnya
- Jokowi Diingatkan Realisasikan Janji Kampanye
Kita mencoba mengingatkan kembali akan janji dan visi misi Pak Jokowi usai dilantik.1 hour ago | Nasional - Agenda Pertama Wapres RI : Ma'ruf Langsung Bertemu Wapres China
Ma\'ruf Amin langsung melaksanakan agenda kenegaraan pertama sebagai Wapres RI. Ma\'ruf melayani kunjungan (courtesy call) tiga negara sahabat, yaitu China, Vietnam, dan…2 hours ago | Nasional - Pidato Jokowi Dinilai Tak Tampilkan Hal Baru
Pidato pelantikan Presiden Joko Widodo dnilai tidak menampilkan hal baru tetapi tersirat optimisme.2 hours ago | Nasional - Ini Keunggulan Berinvestasi di Serbia
Kamar Dagang dan Industri Serbia memaparkan sejumlah keunggulan negara itu jika menjadi sasaran investasi.2 hours ago | Internasional
BENGKULU- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan saran pada penyelenggara negara terkait dengan penerimaan sesuatu yang berpotensi menjadi sebuah gratifikasi.
Hal tersebut berkaca pada pengalaman artis Mulan Jameela yang masih menerima endorsement berupa tiga kacamata Gucci dan diposting di Instagram pribadinya @mulanjameela1.
Padahal, saat ini dia merupakan anggota DPR dari Gerindra yang berlawanan dengan potensi konflik kepentingan. Belakangan, postingan tersebut telah dihapus dan telah diklarifikasi.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan bahwa pemberian yang bersifat gratis seperti yang dialami Mulan Jameela bisa berpotensi menjadi pidana apabila tidak dilaporkan paling lama 30 hari kerja. Untuk itu, dia pun memberikan saran.
"[Penerimaan] seperti itu sebaiknya harus dilaporkan dulu [ke KPK]. Nanti KPK akan lalukan klarifikasi dalam konteks apa pemberian tersebut, apakah dalam kaitan business to business atau apa?," kata Saut, Jumat (18/10/2019).
Menurut Saut, proses klarifikasi itu ada pada Direktorat Gratifikasi yang memang dibentuk khusus. Ada ancaman bagi penerima gratifikasi yang tidak dilaporkan sesuai pasal 12B.
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".
Dalam pasal itu, disebutkan pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Adapun ancaman sanksi pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Saut juga mencontohkan soal batasan penerimaan bagi pejabat negara agar terhindar dari ancaman pidana, yaitu dengan nilai batasan Rp1 juta.
"Tapi, misalnya, kalau ada menteri dapat tenun tradisional yang mahal jutaan rupiah dan diberikan, misalnya, pada saat yang bersangkutan datang ke daerah itu bisa jadi bukan haknya dan bila dilaporkan ke KPK akan menjadi milk negara," kata Saut.
Post a Comment